MAKALAH
ULUMUL HADIST
SEJARAH PERKEMBANGAN HADIST PADA MASA PRAKODIFIKASI
Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah
Ulumul hadist
Dosen Pembimbing:
HIDAYATULLAH.S.Pd. I
DISUSUN :
SUSANTO
FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ( STIT)
PRINGSEWU
PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur marilah kita panjatkan kehadirat
ALLAH SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya masih diberikan nikmat sehat, iman,
dan islam sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Ulumul Hadist
tentang Sejarah Perkembangan Hadist Di Masa prakodifikasi.
Pada kesempatan
kali ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak dan Ibu
2.
Karyawan dan Dosen
STIT PRINGSEWU
3.
Dosen pengmpu mata
kuliah Ulumul Hadist bapak Abdul Hamid. S. Pd. I Al hafisd
Penyusun
menyadari masih terdapat kekeliruan dalam penyusunan dan penulisan tugas ini
semata-mata datangnya dari diri pribadi yang tak luput rasa khilaf dan
kesempurnaan datangnya dari ALLAH SWT.
Mudah-mudahan makalah ulumul Hadist tentang tentang Sejarah
Perkembangan Hadist Di Masa prakodifikasi dapat bermanfaat bagi pembaca.
Pringsewu, 29 Agustus 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Keberadaan hadist sebagai salah satu sumber hukum dalam islam memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-14.
Perkembangan hadist pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadist. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash Al-Qur’an dengan hadist. Selain itu juga disebabkan fokus Nabi pada para Sahabat yang bisa menulis untuk menulis Al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa tabi’in besar. Bahkan dengan Khalifah yang lain. Periodesasi penulisan dan pembukuan hadist secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik turunnya perkembangan hadist, tak dapat dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadist memberikan pengaruh besar dalam sejarah peradaban islam.
Keberadaan hadist sebagai salah satu sumber hukum dalam islam memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-14.
Perkembangan hadist pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadist. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash Al-Qur’an dengan hadist. Selain itu juga disebabkan fokus Nabi pada para Sahabat yang bisa menulis untuk menulis Al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa tabi’in besar. Bahkan dengan Khalifah yang lain. Periodesasi penulisan dan pembukuan hadist secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik turunnya perkembangan hadist, tak dapat dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadist memberikan pengaruh besar dalam sejarah peradaban islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah perkembanagn hadist pada masa Rasulullah SAW ?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan hadist pada masa Sahabat (Khulafa’
Al-Rasyidin) ?
3.
Bagaimana sejarah perkembangan hadist pada masa Tabi’in ?
C.
Tujuan dan Manfaat
1.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadist pada masa rasulullah
SAW.
2.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadist pada masa sahabat.
3.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadist pada masa tabi’in.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist
pada Masa Rasulullah SAW
Membicarakan hadist pada masa Rasul SAW berarti membicarakan hadist pada awal pertumbuhannya. Maka dalam uraiannya akan terkait langsung dengan pribadi Rasul sebagai sumber hadist.
Rasul membina umatnya selama 23 tahun.Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadist. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam. Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
Cara Rasul
Menyampaikan Hadist
Ada suatu keistimewaan pada masa ini
yang membedakannya dengan masa lainnya, yaitu umat islam dapat secara langsung
memperoleh hadist dari Rasulullah SAW sebagai sumber hadist. Dimana
tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat pertemuan diantaranya adalah
masjid, rumah beliau sendiri, pasar ketiks beliau dalam perjalanan (safar), dan
ketika beliau mukim (berada dirumah).
Dalam riwayat Imam Bukhori,
disebutkan Ibnu Mas’ud pernah bercerita bahwa Rasulullah SAW, menyampaikan
hadistnya dengan berbagai cara, sehingga para sahabat selalu ingin mengikuti
pengajiannya, dan tidak mengalami kejenuhan. Cara tersebut diantaranya adalah :
Pertama, melalui para jama’ah yang
berada di pusat pembinaan atau majelis al-ilmi.
Kedua, dalam banyak kesempatan,
Rasulullah SAW juga menyampaikan hadistnya melalui para sahabat tertentu,
kemudian mereka menyampaikannya kepada orang lain.
Ketiga, melalui ceramah atau pidato
ditempat terbuka, seperti ketika haji wada’ dan Futuh Makkah.
Untuk hal-hal tertentu, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis, beliau menyampaikan melalui istri-istrinya.Begitu pula para sahabat, jika mereka segan bertanya kepada Nabi, mereka sering kali bertanya kepada istri-istri beliau.
Untuk hal-hal tertentu, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis, beliau menyampaikan melalui istri-istrinya.Begitu pula para sahabat, jika mereka segan bertanya kepada Nabi, mereka sering kali bertanya kepada istri-istri beliau.
Keadaan para
sahabat dalam meneriam dan menguasai hadist.
Dalam perolehan dan penguasaan
hadist, antara satu sahabat dengan sahabat yang lain tidaklah sama, ada yang
memiliki banyak, ada yang sedang bahkan ada pula yang sedikit. Hal ini
disebabkan karena:
- Perbedaan mereka dalam hal kesempatan
bersama Rasulullah SAW.
- Perbedaan dalam soal hafalan dan
kesungguhan bertanya kepada sahabat lain.
- Perbedaan dalam hal waktu masuk Islam dan
jarak tempat tinggal dari Majlis Rasul SAW.
- Perbedaan dalam ketrampilan menulis, untuk
menulis hadist.
Ada beberapa sahabat yang tercatat banyak
menerima hadist dari Nabi SAW mereka adalah:
- Para sahabat yang termasuk As-Sabiqun Al-
Awwalun, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, ustman bin Affan, Ali bin
Abi Tahlib.
- Ummahat Al-Mu’minin (istri-istri rasul)
seperti Aisyah dan Ummu Salamah. Hadist yang diterimanya banyak berkaitan
dengan soal pribadi, keluarga, dan tatat pergaulan suami istri.
- Para sahabat yang disamping dekat dengan
Rasul juga menuliskan hadist yang diterimanya, seperti Abdullah Amr bin
Ash.
- Sahabat yang meskipun tidak lama bersama
Rasulullah tetapi sangat efisian dalam memanfaatkan kesempatan dan
bersungguh-sungguh bertanya kepada sahabat lain, seperti Abu Hurairah.
- Sahabat yang secara sungguh-sungguh
mengikuti Majlis Rasul dan banyak bertanya kepada sahabat lain seperti,
Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas.
Pemeliharaan Hadist dalam Hafalan dan Tulisan.
Aktifitas
menghafal hadist
Untuk memelihara kemurnian al-Qur’an dan Hadist, Rasulullah
mengambil kebijakan terhadap Al-Qur’an beliau memberi instruksi untuk
menulisnya selain menghafalkan. Sedang terhadap hadist beliau secara resmi
memerintahkan unutk menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain.
Dengan demikian, para sahabat bersungguh-sungguh untuk menghafal hadist agar tidak terjadi kekeliruaan dengan Al-Qur’an. Ada alasan yang cukup memberi motivasi kepada para Sahabat, diantaranya adalah:
Dengan demikian, para sahabat bersungguh-sungguh untuk menghafal hadist agar tidak terjadi kekeliruaan dengan Al-Qur’an. Ada alasan yang cukup memberi motivasi kepada para Sahabat, diantaranya adalah:
- Kegiatan menghafal merupakan budaya Arab
yang telah ada sejak zaman praIslam.
- Mereka terkenal kuat hafalan jika
dibanding bangsa-bangsa lain.
- Rasulullah banyak memberi spirit melalui
doa-doanya agar mereka diberikan kekuatan hafalan dan dapat mencapai
derajat yang tinggi.
- Dan Rasul sering kali menjanjikan kebaikan
akhirat bagi mereka yang menghafalkan hadist dan menyampaikan kepada orang
lain.
Aktifitas
menulis hadist
Keadaan
Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara resmi, walaupun ada
beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan
hadist dari Nabi SAW dengan sabdanya:
لاتكقبو اعنّى سيئا غير القران فمن كتب عنّى سيئا غير القر ان فليمحه.
لاتكقبو اعنّى سيئا غير القران فمن كتب عنّى سيئا غير القر ان فليمحه.
” jangan
menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya
selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.[1]
Tetapi
disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan
penulisan hadist, yaitu sabda Nabi SAW:
اكتب عنّى فو الذى نفس بيده ما خرج من فمن الاالحق.
اكتب عنّى فو الذى نفس بيده ما خرج من فمن الاالحق.
”
tulislah dari saya, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaanNYA, tidak keluar dari
mulutku kecuali yang hak”.
Dua
hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya
sebagai berikut:
- Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi
pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan
Al-Qur’an. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan
telah banyak yang mengenal Al-Qur’an, maka hukum larangan menulisnya telh
dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
- Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat
umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki
keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya,
dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullauh bin Amr bin Ash.
- Bahwa larangan menulis hadist ditujukan
pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan
menulisnya diberikan kepada orang yang tiak kaut hafalannya.
B.
Hadist Pada Masa Sahabat
Periode kedua sejarah perkembangan hadist,
adalah masa sahabat, khususnya masa Khulafa Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn
Khattab, Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar 11 H
sampai 40 H, masa ini juga disebut dengan sahabat besar.
Sahabat dan Periwayatan Hadist
Sahabat dan Periwayatan Hadist
- Menjaga Pesan Rasul SAW
Pada masa menjelang kerasulannya, Rasul SAW
berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadist
serta mengerjakannya kepada orang lain sebagai mana sabdanya :
تركت فيكم أمر يى لن تملّوا ما تمسّكم بهما كتاب الله وسنة نبيّ
”Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam,
yang tidak akan tersesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah
(Al-Qur’an) dan sunnahku (Al-Hadist)[2]
Pesan-pesan Rasul Saw sangat mendalam pengaruhnya kepada para sahabat, sehingga segala perhatian yang tercurah semata-mata untuk melaksanakan dan memelihara pesan-pesannya. Kecintaan mereka kepada Rasul SAW dibuktikan dengan melaksanakan segala yang dicontohkan.
Pesan-pesan Rasul Saw sangat mendalam pengaruhnya kepada para sahabat, sehingga segala perhatian yang tercurah semata-mata untuk melaksanakan dan memelihara pesan-pesannya. Kecintaan mereka kepada Rasul SAW dibuktikan dengan melaksanakan segala yang dicontohkan.
- Berhati-hati dalam Meriwayatkan dan
Menerima Hadist.
Perhatian sahabat pada masa ini terutama sekali
terfokus pada usaha memelihara dan menyebarkan Al-Qur’an, ini terlihat
bagaimana Al-Qur’an dibukukan pada masa Abu Bakar atas saran Umar Ibn Khattab,
usaha pembukuan ini diulang juga pada masa Usman Ibn Affan, sehingga melahirkan
mushaf Usmani satu disimpan di Madinah yang dinamai Mushaf Al-Imam dan yang
empat lagi maisng-masing disimpan di Makkah, Basrah, Syiria dan Kuffah.
Perlu pula dijelaskan disini, bahwa pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab, seperti halnya Al-Qur’an. Hal ini (umat islam) dalam mempelajari Al-Qur’an. Sebab lain pula, bahwa para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar diberbagai daerah kekuasaaan islam, dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini, ada kesulitan mereka secara lengkap.Pertimbangan lainnya, bahwa soal membukukan hadist dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat, belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz dan kesahihannya.
Perlu pula dijelaskan disini, bahwa pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab, seperti halnya Al-Qur’an. Hal ini (umat islam) dalam mempelajari Al-Qur’an. Sebab lain pula, bahwa para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah tersebar diberbagai daerah kekuasaaan islam, dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini, ada kesulitan mereka secara lengkap.Pertimbangan lainnya, bahwa soal membukukan hadist dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat, belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz dan kesahihannya.
- Periwayatan Hadist dengan Lafadz dan
Makna.
Pembatasan
atau penyederhanaan periwayatan hadist, yang ditunjukkan oleh para sahabat
dengan sifat kehati-hatianny, tidak berarti hadist-hadist Rasul tidak
diriwayatkan.Dalam batasan-batasan tertentu hadist-hadist itu
diriwayatkan.Khususnya permasalahan ibadah dan muamalah.Periwayatan tersebut
dilakukan setelah diteliti secara ketat pembawa hadist tersebut dan kebenaran
isi matannya.
Ada dua
jalan sahabat dalam meriwayatkan hadist dari Rasul SAW:
Pertama, periwayatan lafdzi (redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasul). Kebanyakan para sahabat meriwayatkan hadist dengan jalan ini.Mereka berusaha agar periwayatan hadist sesuai dengan redaksi dari Rasul SAW, seperti sahabat Ibnu Umar.
Kedua, periwayatan maknawi (maknanya saja). Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadist yang matannya tidak persis sama dengan yang didengarnya dari Rasul SAW akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul SAW tanpa ada perubahan.
Pertama, periwayatan lafdzi (redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasul). Kebanyakan para sahabat meriwayatkan hadist dengan jalan ini.Mereka berusaha agar periwayatan hadist sesuai dengan redaksi dari Rasul SAW, seperti sahabat Ibnu Umar.
Kedua, periwayatan maknawi (maknanya saja). Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadist yang matannya tidak persis sama dengan yang didengarnya dari Rasul SAW akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul SAW tanpa ada perubahan.
Abu
Bakar
Untuk
menghindari kebohongan itu, misalnya Abu Bakar meminta pengukuhan sahabat lain
ketika seorang nenek datang padanya mengatakan ”saya mempunyai hak atas harta
yang ditinggal oleh para anak laki-laki saya” kata Abu Bakar ” saya tidak
melihat ketentuan seperti itu, baik dari Al-Qur’an maupun dari rasul” maka
tampillah Muhammad Bin Maslamah sebagai saksi bahwa seoarang nenek seperti
kasus tersebut mendapat bagian (1/6) harta peninggalan cucu dari anak
laki-lakinya.
Kesimpulannya,
benar bahwa Abu Bakar amat ketat dalam periwayatan hadist.Akan tetapi tidak
perlu disalah pahami bahwa beliau tidak anti terhadap penulisan hadist.Bahkan,
untuk kepentingan tertentu hadist nabi ditulisnya.
Umar bin
Khattab
Ibn
Qutaibah berkata, sebagai dikutip Ajjaj al_Khatib mengatakan Umar bin Al-Khatab
adalah orang yang sangat keras menentang orang-orang yang menghambarkan riwayat
hadist, atau orang yang membawa hadist (khabar) mengenai hukum tertentu tetapi
tidak diperkuat dengan seorang saksi. Umar bin Khatab tidak senang dengan
terhadap orang yang memperbanyak periwayatan hadist dengan terlalu mudah dan
sembrono. Tentu agar kemurnian hadist nabi dapat terpelihara. Ini tidak berarti
bahwa beliau anti periwayatan hadist, Umar r.A mengutus para ulama’ mengajarkan
islam dan sunnah nabi pada penduduk negeri. Sikap kehati-hatian kedua sahabat
tersebut, juga diikuti oleh Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dalam
sebuah atsar disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak menerima hadist sebelum
yang meriwayatkan itu disumpah. Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi
untuk menghimpun hadist dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan
karena:
- Agar tidak memalingkan perhatian umat
Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
- Para sahabat yang banyak menerima hadist
dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam.
- Soal membukukan hadist, dikalangan sahabat
sendiri terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan
soal lafadz dan kesahihannya.
C. Hadist
pada masa Tabi’in
Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan Tabi’in tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh para sahabat sebagai para guru-guru mereka.Hanya saja persoalan yang dihadapi mereka agak berbeda dengan yang dihadapi para sahabat.Pada masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para sahabat, pada masa khulafa’ Al-Rasyidin kebeberapa wilayah kekuasaan islam, kepada merekalah para tabi’in mempelajari hadist.
Ketika pemerintahan dipegang Bani Umayyah, wilayah kekuasaan islam
sudah meliputi Makkah, Madinah, Bashrah, Khurasan, Mesir, Persia, Irak, Afrika
Selatan, Samarkand, dan Spanyol. Sejalan dengan pesatnya perluasaan kekuasaan
Islam tersebut, penyebaran sahabat ke daerah-daerah juga meningkat.Oleh sebab
itu, masa itu dikenal masa penyebaran periwayatan hadist.
Hadist-hadist yang diterima para tabi’in ini, seperti telah disebutkan ada yang dalam bentuk catatan-catatan atau tulisan-tulisan dan ada yang harus dihafal, disamping dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah dan amaliah para sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti.
Pada masa tabi’in ini muncul atau terjadi sejak masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Siffin yaitu tatkala kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok, yaitu Khawarij, Syiah, Muawiyah dan golongan minoritas yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut.
Dari persoalan politik diatas langsung atau tidak langsung cukup memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif terhadap perkembangan hadist berikutnya.Pengaruh yang langsung dan bersifat negatif mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok menjatuhkan posisi lawan-lawannya.Adapun pengaruh yang berakibat positif adalah hadist sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan.
Hadist-hadist yang diterima para tabi’in ini, seperti telah disebutkan ada yang dalam bentuk catatan-catatan atau tulisan-tulisan dan ada yang harus dihafal, disamping dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah dan amaliah para sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti.
Pada masa tabi’in ini muncul atau terjadi sejak masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Siffin yaitu tatkala kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok, yaitu Khawarij, Syiah, Muawiyah dan golongan minoritas yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut.
Dari persoalan politik diatas langsung atau tidak langsung cukup memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif terhadap perkembangan hadist berikutnya.Pengaruh yang langsung dan bersifat negatif mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok menjatuhkan posisi lawan-lawannya.Adapun pengaruh yang berakibat positif adalah hadist sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan.
BAB III
KESIMPULAN
Sejarah hadist pra kodifikasi terbagi menjadi
beberapa bagian, untuk lebih mudah memahaminya, berikut uraiannya.
I.
Hadist pada masa Rasul SAW
Dalam masa ini ada beberapa hal penting yang
berkaitan dengan masa itu:
- Cara rasul menyampaikan hadist, melalui
jamaah pada majlis-majlis, ceramah dan pidato di tempat-tempat terbuka,
dan lain-lain.
- Keadaan para sahabat dalam menerima dan
menguasai hadist, sesuai dengan kapasitas masing-masing sahabat.
- Pemeliharaan hadist melalui hafalan dan
tulisan.
II.
Hadist pada masa sahabat
Kehati-hatian
para sahabat dalam hal pembukuan hadist dan pada masa itu belum ada pembukuan
secara resmi, dikarenakan beberapa hal yang diantaranya adalah :
- Agar tidak memalingkan perhatian umat
Islam dalam mempelajari Al-Qur’an.
- Para sahabat yang banyak menerima hadist
dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam.
- Soal membukukan hadist, dikalangan sahabat
sendiri terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan
soal lafadz dan kesahihannya.
III. Hadist pada masa tabi’in
Pada
masa ini juga terjadi kegiatan menghafal dan menulis hadist, dan ada bebrapa
hal yang begitu berpengaruh dalam hal perkembangan hadist, diantara pengaruh
positif yang ada adalah hadist sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan
pemalsuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Suparta, Munzier, ilmu hadist, Jakarta: PT. Raja Grafindo persada. 2002
Al- Ramaharmuzi, Al-Muhaddis Al-Fashil Baina ar-Rawi wa al-wa’I (Beirut: Al-Fikr)
Imam Malik, al-Muwatha’ juz 2.Hlm 56.periwayat lain adalah Abu Daud, al-Tirmidzi, dan sa’ad ibn Majjah.
Rumtianing.
Irma, Khusniatin Rofiah. pokok-pokok ilmu hadist . Ponorogo: STAIN Ponorogo
press. 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar